Sitepanus Zebua,
S.Ag., M.M.
(Dosen Tetap STP
Dian Mandala Gunungsitoli)
Mengajar di Sekolah Tinggi
Pastoral
(STP) Dian Mandala
Gunungsitoli, Keuskupan Sibolga
menjadi
garda depan di zaman ini, tidaklah gampang. Meskipun setiap orang mengharapkan
bahwa sosok semacam itu perlu dan sangat dibutuhkan. Menjadi orang-orang
terdepan tuntutan yang diharapkan dari padanya adalah banyak. Selain hal-hal
yang positif juga tantangan-tantangan yang dihadapi tidaklah sedikit. Karena
itu, salah satu alasan menjadi terdepan perlu dengan pertimbangan dan tuntutan
pemikiran yang matang serta bijaksana di
mana tidak gampang mengatakan “Ya” atau “Tidak”. Ungkapan Nias mengatakan: “Hago
bakha manguma’ö, hago bakha mamene ba zino tohöna ere”. Artinya, bagi
seorang yang sudah biasa dan telah mendagingkan dalam hidupnya hal-hal yang
benar dan yang sesuai dengan kehendak Allah tidak begitu sulit untuk mewujudkan
sikap yang baik tersebut sehingga patut diteladani.
Petugas
Pastoral Awam (Katekis, Guru Agama Katolik, dan Petugas Pastoral) merupakan
garda terdepan bagi umat Allah (Gereja). Dalam pribadinya, tersirat sejuta
harapan umat yang terselubung dan mesti diwujudnyatakan dalam kehidupannya sebagai
seorang rasul awam. Penulis melihat bahwa kalau Katekis, Guru Agama Katolik,
dan Petugas Pastoral menjadi garda terdepan bagi umat maka harus memiliki sikap
yakni menjadi Teladan bagi semua orang, Teman
bagi
siapa saja, dan mampu Merasakan atau berempati
dengan apa yang dirasakan oleh orang
lain (2T1M). Supaya
dapat memiliki sikap tersebut, perlu
diperjuangkan secara terus-menerus. Sikap yang diharapkan seperti ini bagi
seorang Katekis, Guru Agama Katolik, dan Petugas Pastoral dapat menimbanya
melalui spiritualitas hidup Kristiani.
Teladan.
Katekis, Guru Agama Katolik, dan Petugas Pastoral sebagai sosok yang hadir di tengah-tengah
umat secara khusus dan masyarakat pada umumnya, yang mampu memberi dan
menghadirkan sikap-sikap yang terpuji. Terpuji karena apa yang dikatakan selalu
berbarengan dengan apa yang dilakukan. Selain itu, Mereka harus mampu memberi
teladan dalam kedekatan dengan Firman Tuhan. Firman Tuhan bagi Mereka adalah
kekuatan utama seperti tanaman yang merindukan air setiap hari. Firman Tuhan
adalah butir-butir air yang selalu menyejukkan dan dirindukan. Keteladan lain
dalam diri Mereka yaitu berdoa setiap hari, baik secara pribadi, doa dalam
keluarga, doa dalam lingkungan baik sebagai warga Gereja maupun sebagai warga masyarakat.
Demikian peribahasa Nias berbunyi: “Satua Zamaha-maha’ö, iraono zolo’ö-lo’ö”.
Ungkapan ini memberi penjelasan, karena Mereka adalah Guru bagi sesama maka
senantiasa memberi teladan dan contoh yang baik serta hidupnya selalu berpola
pada Yesus Kristus sebagai Guru Sejati.
Teman.
Seorang pewarta yang baik harus mampu menjalin persahabatan dengan siapapun
terutama kepada umat Allah yang didampinginya. Ia berteman secara luas dengan
tidak menutup diri; seperti kepada orang miskin, terlantar, tertindas, yatim
piatu, dan mereka-mereka yang haknya dirampas oleh kepentingan tertentu. Penulis
mencoba membagikan refleksi, secara de
facto Katekis adalah seorang pemimpin dan di dalam dirinya tersirat ada
kuasa. Kuasa yang dimiliki bukan dalam pengertian pemimpin yang penuh perintah,
tetapi pemimpin yang memiliki sikap melayani dan kelembutan hati. Ada banyak
keberuntungan menjalin pertemanan dengan orang lain, atau dengan umat yang ada
di sekitar dan masyarakat yang berada di kanan – kiri kita. Harus diakui bahwa
mencari teman tidak semudah yang dipikirkan oleh kebanyakan orang. Menjalin
pertemanan yang baik pertama-tama kita harus mengenal, artinya tahu
identitasnya, tahu dari mana asalnya,
dan tahu siapa teman yang akan kita jadikan sebagai teman.
Merasa (empati).
Ada banyak kejadian di sekitar kita dapat berlalu begitu saja tanpa bekas.
Seraya mencermati kata-kata mutiara ini ”Ibarat asap hilang tanpa bekas”.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki keterikatan dengan rasanya. Artinya,
manusia mampu merasakan apa yang ada di sekitarnya dan kemudian ditindaklanjuti
untuk berbuat seturut apa yang dirasakan. Katekis, Guru Agama Katolik, dan Petugas
Pastoral faktor ‘merasakan’ penting dimiliki sebagai bagian dari misi
pelayanannya, karena sebagai pemimpin di tengah-tengah umat patut merasakan apa
yang dirasakan oleh umat. Di tempat di mana kita berada, ada banyak
persoalan-persoalan yang dialami oleh umat dan masyarakat. Maka Katekis, Guru
Agama Katolik dan Petugas Pastoral dipanggil untuk hadir memberi keringanan,
pencerahan, setidaknya menyampaikan pemikiran dan gagasan-gagasan yang dapat
membuka wawasan orang lain, yang sedang mengalami beban-beban hidup. Merasakan
sesuatu tidak saja dalam kesulitan yang dialami oleh
orang lain, tetapi juga suka dan kegembiraan hati. Hal ini akan mengajak kita
untuk hidup bersama sebagai makhluk sosial dan sebagai persekutuan hidup beriman Kristiani yang
selalu berbagi satu sama lain.
Berbagi dengan sesama dalam
segala hal, baik menyangkut kehidupan kerohanian dan kehidupan profan merupakan
wujud nyata bahwa kita ada
di dalam kerahiman Allah Bapa yang penuh cinta dan berlaskasih, seperti
tertuang dalam sepenggal doa Tahun Yubileum Kerahiman Allah: “Tuhan
Yesus Kristus, Engkau telah mengajarkan kami agar kami bermurah hati seperti
Bapa Surgawi; dan telah mengatakan kepada kami bahwa barangsiapa melihat
Engkau, melihat Bapa. Tunjukkanlah kepada kami wajah-Mu dan kami akan
diselamatkan”.
Petugas Pastoral Awam adalah
sosok panutan dan anutan setiap orang. Oleh karena itu, bagamaimana kita menunjukkan wajah Allah dalam setiap
gerak langkah kehidupan ini yang berbasis pada iman serta akal budi yang selalu
bekerjasama dengan rahmat Ilahi. Demikian ditandaskan
bahwa “Iman adalah
satu kegiatan akal budi yang menerima kebenaran ilahi atas perintah kehendak
yang digerakkan oleh Allah dengan perantaraan rahmat“. (Bdk. KGK. No. 155).