Oleh:
Yuniana Duha
(Mahasiswa
STP DM Tingkat II – Kelas Katekese)
Dan.
9:4b-10; Luk. 6:36-38
Bacaan
pertama dari Kitab Daniel, menceritakan bagaimana kerendahan hati Daniel di hadapan
Tuhan. Ia berdoa dan memohon dengan rendah hati, karena ia menyadari bahwa
dirinya dan bangsanya telah berbuat dosa
dan memberontak. Mereka juga menyadari bahwa Allah itu Maha Penyayang dan Pengampun.
Dalam Injil hari ini, mengajarkan kita agar bermurah hati sama seperti Bapa,
kita jangan suka menghakimi siapa pun supaya kita tidak dihakimi, kita jangan
menghukum tetapi mengampuni dan memberi sebagai aksi amal kepada sesama
terutama mereka yang membutuhkan.
Dalam
bacaan pertama dan Injil, kita diajak untuk rendah hati, mengakui Allah sebagai
Maha Pengampun, dan Allah yang bermurah hati. Kamus Besar Bahasa Indonesia
menerangkan bahwa bermurah hati berarti suka memberi, tidak pelit, penyayang, dan
pengasih. Kalau demikian, orang yang bermurah hati tidak mudah menghakimi
sesama dan tidak menutup mata hati untuk melihat penderitaan orang lain.
Bermurah hati bertujuan untuk menolong dan mengampuni sesama.
Kerap
kali dalam kehidupan sehari-hari, kita merasa lebih sempurna dibandingkan
dengan orang lain sehingga sulit merasa bersalah dan membuka diri kepada mereka
yang butuh untuk diperhatikan. Sikap seperti inilah dapat memunculkan
keserakahan dan mudah menghakimi sesama. Keserakahan dan keegoisan merupakan
sikap yang sering menutup mata hati kita untuk tidak membuka diri terhadap
orang lain, akibatnya sulit memberi dan membuka pintu maaf. Kita boleh bertanya:
“Apakah dengan sikap seperti itu dapat disebut orang yang bermurah hati?” Tentu
tidak! Tetapi yang dikehendaki Tuhan ialah bermurah hati yang sesungguhnya, seperti
memberi pengampunan, mengasihi, dan suka menolong orang lain baik materi maupun
moril.
Orang
yang bermurah hati tidak sebatas rela dalam berbagi harta, melainkan tercermin dalam
sikap saling mengasihi, penuh pengertian, toleransi, menerima perbedaan, dan
saling mengampuni. Kita sebagai umat beriman, hendaknya kita mampu membangun
dan menanamkan sikap murah hati untuk diwujudkan dalam pergaulan dengan orang
lain. Kita harus meneladan Daniel, di mana dalam doanya menunjukkan kerendahan
hati yang luar biasa dengan mengakui keberdosaannya meskipun orang lain yang
bersalah, tetapi dia tetap mohon ampun di hadapan Tuhan. Apalagi pada masa
prapaskah ini, marilah kita membaharui diri, sekaligus meninggalkan gaya hidup
lama dengan memohon ampun terus menerus dan menumbuhkan kerendahan hati serta berbelas
kasih kepada orang lain. Pada permenungan kita hari ini ada sebuah peribahasa
Nias yang mengatakan: “Alóló nafo namunganga, ahori gó nano mu’a, awai
zilómondói ziló taya, hataromali sisambua.” Peribahasa yang dimaksud berarti “Berbuat
baik kepada seseorang merupakan mahkota yang agung dalam hidup.”
Mari
bermenung! Mari berefleksi! Tuhan menolong kita. Amin.
Dirigen |
Petugas Ibadat |