Oleh: Yustinus Yorbi Duha
(Mahasiswa STP DM Tingkat II – Kelas Pastoral)
1Ptr. 5:1-4; Mat. 16:13-19
Hari ini, Gereja merayakan pesta tahta Santo Petrus. Tahta
yang dimaksud adalah kedudukan yang baik, kekuasaan yang tanpa batas, dan aneka
macam fasilitas kehidupan yang mengiringinya. Tahta secara manusiawi merupakan kebanggaan
dan tempat yang perlu diperebutkan. Dalam hal ini, banyak orang yang rela
mengorbankan apa saja dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan tahta
tersebut.
Bacaan pertama, Petrus menasihati kita bahwa untuk
menjadi gembala hendaknya dengan sukarela seturut kehendak Allah. Hendaknya kita
tidak berbuat seolah-olah yang hanya memerintah kawanan melainkan menjadi
teladan bagi mereka. Injil juga menceritakan tentang pandangan orang dan
pandangan para murid tentang siapa Yesus. Ia pun bertanya kepada para murid,
kata orang siapakah Anak Manusia itu? Ada yang mengatakan Yohanes Pembaptis,
Elia, Yeremia, atau salah seorang dari para nabi. Lalu, katamu siapakah Aku
ini? Maka, dengan spontan Simon Petrus menjawab bahwa Engkau adalah Mesias,
Anak Allah Yang Hidup.
Iman akan Yesus merupakan suatu yang diwariskan, misalnya
orang tua mewariskan imannya kepada anak-anaknya. Iman yang dimiliki itu
semakin tumbuh dan berkembang sehingga sepenuhnya tetap percaya kepadaNya, baik
di saat menghadapi tantangan dan persoalan hidup. Iman juga bisa diajarkan melalui
pewartaan para katekis untuk mengenal siapa sosok Yesus lebih dalam. Seiring
berjalannya waktu, iman diharapkan bukan lagi yang diwarisi atau datang dari luar
melainkan tanggapan dan jawaban manusia pribadi Kristus. Artinya, iman harus menjadi
pengakuan pribadi yang pada akhirnya menjadi teladan bagi orang lain. Dengan
beriman,
hendaknya kita menjadi seseorang yang beriman tangguh, peduli, dan prihatin dengan sesama. Ketika kita diberi
kesempatan menjadi pemimpin apa pun, maka kita sebaiknya menjadi
berkat kepada siapa pun.
Surat Santo Petrus yang kita dengarkan pada bacaan
pertama tadi, itu berisikan nasihat-nasihat untuk para pengikut Yesus seperti
kita, terutama bagi mereka yang menduduki jabatan tertentu dalam masyarakat. Seperti
halnya DPR yang dipilih oleh rakyat. Mereka menjadi perpanjangan tangan rakyat
dengan penuh pengabdian menolong rakyat dan memperjuangkan kepentingan umum.
Seorang gembala yang duduk di sebuah tahta menjadi pelayan bagi kawanannya dan
bekerja bukan karena paksaan. Sukarela menjadi dasar dalam karya penggembalaan
kita. Yesus yang kita imani telah menjadi teladan bagi kita semua. Maka, karena
iman Petrus juga ia menerima tongkat estafet dari Yesus yaitu kunci Kerajaan Sorga.
Dengan kata lain, setelah Petrus mengenal siapa Yesus, maka ia mendapat
kedudukan sebagai gembala bagi kawanan domba.
Kita sebagai calon Katekis, Guru Agama Katolik, dan
Petugas Pastoral diharapkan menjadi murid Yesus harus
mengenalNya lebih dalam. Kita terus ditantang untuk mengakui iman milik pribadi
dan mau mempertahankannya. Dalam masa prapaskah ini, merupakan kesempatan untuk
kembali mengenal Yesus dari setiap tindakan dan perbuatan kita. Pertanyaan
refleksi bagi kita: sejauh
mana kita mengenal Yesus dalam hidup sehari-hari? Apakah tongkat estafet yang
kita miliki melalui profesi masing-masing mampu merangkul siapa pun dan menjadi
teladan bagi mereka?
Semoga Tuhan menolong kita. Amin!