Oleh:
Paskalis Dakhi
(Mahasiswa
STP DM Tingkat II – Kelas Pastoral)
Yer.
7:23-28; Luk. 11:14-23
Manusia
adalah ciptaan yang berbeda dari makhluk lain. Manusia telah diberi kehendak
bebas oleh Allah. Bebas memberi diri kepada Allah dan melakukan kebajikan
kepada sesama. Kitab Yeremia mengisahkan bangsa Israel yang mulai tidak mendengarkan
dan tidak peduli pada perintah Allah. Mereka
lebih menunjukkan kedegilan hati yang jahat. Injil hari ini, menceritakan Yesus
mengusir roh jahat. Perbuatan baik Yesus membuat banyak orang terheran-heran,
tetapi ada juga yang beranggapan Yesus adalah penghulu setan sehingga Ia mampu
mengusir roh jahat. Yesus menjelaskan bahwa tidak mungkin sebuah keluarga atau
kerajaan dapat bertahan lama jikalau terpecah-pecah.
Pengusiran
roh jahat yang dilakukan Yesus, memunculkan banyak reaksi yang menyaksikan
peristiwa tersebut. Ada yang kagum dan ada juga yang tidak percaya. Reaksi seperti
itu merupakan bentuk kedegilan hati dan bahkan menentangNya. Orang Farisi dan
pengikutNya, juga mampu mengusir setan atas nama Allah; namun sering kali
keberhasilan yang mereka dapatkan diperhitungkan sebagai prestasi pribadi dan
kelompok sehingga kuasa yang ditampilkan Yesus dianggap sebagai saingan. Orang
Farisi iri pada keberhasilan Yesus, maka Ia dituduh bekerja sama dengan
Beelzebul. Sementara itu, Yesus mengusir roh jahat dengan kuasa Allah sendiri
dengan memberi pembebasan kepada orang-orang yang terbelenggu untuk kembali
kepada Allah.
Dalam
kehidupan sehari-hari, kerap kali membutakan mata hati kita untuk melihat
kebenaran dan membebaskan orang-orang yang terbelenggu. Perbuatan baik yang
dilakukan orang lain, kita curigai dan salahkan karena merasa terganggu. Dengan
memiliki sikap-sikap seperti itulah, kita telah gagal untuk melihat karya Allah
yang bekerja dalam pribadi sesama. Kedegilan hati yang membuat diri kita tidak mendengarkan dan
melakukan kehendak Allah serta menyalahkan kebenaran. Bila kita memelihara kedegilan
hati, itu berarti kita merenggangkan rasa kebersamaan dan bela rasa dengan
orang lain serta menjauhkan diri dari Allah.
Oleh karena itu, kita
diajak untuk selalu berbenah diri terutama dalam membuka mata hati melihat
kebajikan dari orang lain serta melakukan perbuatan baik itu kepada orang-orang
yang membutuhkan. Salah satu cara menanggalkan sikap kedegilan hati adalah
dengan memiliki kerendahan hati. Untuk mewujudkan sikap rendah hati, kita mulai
dari hal kecil yakni tidak iri hati melihat kesuksesan orang lain, melainkan
dijadikan sebagai motivasi untuk membaharui diri menjadi lebih baik. Kita sebagai
umat beriman juga secara terus-menerus memelihara sikap tobat dari kedegilan
hati, sehingga dapat membawa kedamaian dan suka cita dalam kehidupan bersama. Pepatah Nias mengatakan: “Data’agö sangatulö
sabila, samakhoi sifarawisina sagötö fa’ara.” Artinya, marilah kita menjadi
pembawa damai dan suka cita kepada siapa pun. Pertanyaan refleksi untuk kita: “Mampukah
kita rendah hati dalam melihat keberhasilan orang lain?”
Semoga.
Amin!
Foto: Tim HUMAS STP DM
Petugas Liturgi |
Organis |
Dirigen |
Pembaca Injil |
Pengkhotbah |
Peserta Ibadat |
Masukkan dari Ketua STP DM kepada Petugas |